Oleh: Achmad Rozi El Eroy

Secara pronsip, otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan.      Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar ke-wenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah di beberapa daerah telah diwarnai dengan kecenderungan Pemda untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan cara membuat Perda yang berisi pembebanan pajak-pajak daerah. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya ekonomi biaya tinggi (High Cost Economy) sehingga pengusaha dan masyarakat merasa keberatan untuk menanggung berbagai pajak tersebut.           Kebijakan pemda untuk menaikkan PAD bisa berakibat kontra produktif karena yang terjadi bukan PAD yang meningkat, akan tetapi justru mendorong para pengusaha memindahkan lokasi usahanya ke daerah lain yang lebih menjanjikan. Pemerintah daerah harus berhati-hati dalam mengeluarkan Perda tentang pajak daerah, sehingga pelarian modal ke daerah lain dapat dihindari, dan harus berusaha memberikan berbagai kemudahan dan pelayanan untuk menarik investor menanamkan modal di daerahnya.

Re Orientasi Pembagungan Desa

Dalam konteks pembangunan daerah, saat ini kita banyak melihat bahwa platform pembangunan yang didasarkan kepada doktrin pertumbuhan “leading-sectors” telah membuat hancur banyak industri kecil di pedesaan. Doktrin pertumbuhan sebagai adopsi pencangkokan sistem kapitalis, dan metode produksi modern ke dalam masyarakat desa Indonesia, cenderung memarginalisasi masyarakat dari sistem produksi dan proses pemanfaatan hasil-hasil produksi. Resikonya, hal ini tidak berhasil mengatasi problem-problem pokok yang berada di tengah masyarakat. Terjadinya perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota secara massif ternyata tidak dapat ditampung secara memadai oleh struktur ekonomi perkotaan sebagai manifestasi dari perekonomian modern. Ini akan memicu terjadinya ketimpangan perputaran uang di pedesaan dengan perkotaan, sumber-sumber ekonomi lebih banyak  disediakan oleh struktur ekonomi perkotan ketimbang desa.

Dalam konteks pembangunan daerah, saat ini kita banyak melihat bahwa platform pembangunan yang didasarkan kepada doktrin pertumbuhan “leading-sectors” telah membuat hancur banyak industri kecil di pedesaan. Doktrin pertumbuhan sebagai adopsi pencangkokan sistem kapitalis, dan metode produksi modern ke dalam masyarakat desa Indonesia, cenderung memarginalisasi masyarakat dari sistem produksi dan proses pemanfaatan hasil-hasil produksi. Resikonya, hal ini tidak berhasil mengatasi problem-problem pokok yang berada di tengah masyarakat. Terjadinya perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota secara massif ternyata tidak dapat ditampung secara memadai oleh struktur ekonomi perkotaan sebagai manifestasi dari perekonomian modern. Ini akan memicu terjadinya ketimpangan perputaran uang di pedesaan dengan perkotaan, sumber-sumber ekonomi lebih banyak  disediakan oleh struktur ekonomi perkotan ketimbang desa.

Akhirnya kita harus melakukan reorientasi pembangunan desa yang diharapkan akan menciptakan mobilitas sosial (kemajuan dan kemakmuran) warga desa. Mobilitas sosial bisa kita ukur dari indikator perubahan wajah fisik desa, perbaikan perumahan penduduk, peningkatan derajat pendidikan, perubahan struktur okupasi, perbaikan sarana dan prasarana transformasi penduduk desa, peningkatan kepemilikan perlengkapan moderen. Jika melihat indikator ini, desa jauh lebih maju dan makmur, karena pembangunan dan industrialisasi desa.

#

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Webinar Akhir Tahun 2022

Webinar

Tentang Kami
The Sultan Center adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang berbasis pada komunitas akademis, dan memiliki konsen pada bidang Riset, Kajian, Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat. TSC Didirikan pada Tanggal 10 Oktober 2006 di Kota Cilegon