Mangan ora mangan ngumpul adalah jargon atau ungkapan dari jawa untuk menggambarkan masyarakat Indonesia suka berkumpul. Coba kita bayangkan setiap akhir pekan sederat acara formal atau informal keluarga yang harus hadir dari perkawinan, sunatan sampai ulang tahun entah anak siapa?, belum acara dari kolega, belum lagi acara partai, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, dan masih banyak kumpulan yang menjadi bagian dari hidup kita. Sebagai imbasnya, jarang sekali sekali weekend yang digunakan untuk istirahat di rumah atau rekreasi bersama anak istri.
Mangan ora mangan ngumpul apakah hanya untuk orang jawa saja, pade bae, sami mawon untuk orang Batak, Madura, Sunda, Minang dan sebagian suku yang ada di negeri ini. Artinya berkumpul menjadi tradisi bahkan menjadi kebiasaaan dan konsekuensi dari keluarga, gotong royong dan kelompok.
Ini merupakan karakter unik yang kedua komsumen Indonesia, sebelumnya penulis pernah memaparkan tulisan mengenai karakter konsumen berfikir jangka pendek. Karekter unik ini karena orang Indonesia suka berkumpul dan bersosialisasi secara informal. Masyarakat kita memang memiliki kehidupan sosial yang kuat. Budaya ini melekat erat pada mayoritas suku-suku di Indonesia. Jika dibandingkan dengan masyarakt barat bedanya baina sama wa sumur (baca: antara langit dan sumur), bangsa kita adalah bangsa kolektiv, bergerombol, sementara bangsa barat adalah individualis.
Ini bisa tercermin dari berapa banyak undangan atau SMS yang mengundang kita untuk mengikuti pertemuan keluarga, tetangga, teman bahkan kawan kantor atau rekan kerja kita. Apakah ini buruk? Tidak bagi seorang pemasar ini menjadi sebuah model baru untuk memperkenalkan kemudian menjual sebuah produk, ditambah lagi kebiasan masyarakat atau konsumen Indonesia suka membicarakan hal-hal pribadi dan sering melebih-lebihkan topik pembicaraan, ini menjadi bumbu penyedap dari proses komunikasi pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth). Maka jangan heran jika mereka suka pamer apa yang dimiliki, atau bercerita tentang keunggulan produk yang mereka beli, mulai dari pakaian, makanan, kosmetik, kendaraan sampai hal-hal yang privasi.
Sejak dulu, masyarakat Indonesia di kenal sebagai masyarakat yang senang berkumpul. Asa kolektivitas lebih dijunjung tinggi dari asas individualisme. Oleh karenanya, di sebagian besar budaya suku-suku di Indonesia mencerminkan gotong royong, acara-acara adat, ritual-ritual keagamaan, tata letak dan pentingnya kebersamaan. Mentalitas budaya ini diturunkan sampai sekarang. Memang orang Indonesia cenderung berciri sosial. Senang berkumpul dan membuat kelompok. Lihat berapa banyak kelompok arisan di Indonesia, dari tingkat RT sampai orang kantoran. Wajar jika isu tentang sesuatu cepat menyebar dan menyambar kemanan-mana dengan cepat, ini tegaskan pula oleh Mantan Ketua MPR Amien Rais bahwa ” bangsa kita adalah bangsa yang heboh”. Kebiasaan arisan, negurumpi dimana-mana. Ciri ini unik ini oleh ahli pemasaran dilihat sebagai bagian dari strategi pemasaran yang cukup efektif, yaitu word of mouth (WOM).
Perilaku berkumpul bukan hanya kebiasaan orang-orang pekotaan saja, perilaku berkumpul juga menjadi bagian dari hidup masyarakat desa. Coba kita perhatikan begitu penuh sesak dan ngantri kita mengambil makanan pesta perkawinan, berkumpul membentuk kelompok tertentu secara alami dari masalah hobi yang sama sampai kelompok keagamaan. Maka banyak sekali tempat-tempat favorit untuk berkumpul dari kafe hingga tempat-tempat ibadah.
Menurut Hadi Irawan, karakter suka berkumpul itu merupakan cermin dari kekuatan pembentukan grup dan komunitas. Kekuatan komunitas ini sangat besar pengaruhnya terhadap strategi pemasaran. ”salah satu strategi yang penting adalah strategi komunikasi. Proses komunikasi yang menggunakan word of mouth menjadi sangat efektif membantu penetrasi pasar dari suatu merek”.
Lebih menarik lagi ungkapan dari cendikiawan dan politisi muda A. Rozi El-erroy ” untuk mendapatkan suara yang signifikan dalam pemilu maka yang harus diperbanyak adalah calon legeslatif dari basic keluarga yang kuat, atau memiliki jumlah keluarga besar yang cukup banyak.” ada benarnya pernyataan tersebut, fakta-fakta dari hasil survey penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa komunikasi word of mouth di Indonesia memang efektif dan lebih ampuh dibandingkan dengan pasar Eropa atau Amerika. Dibuktikan dari hasil penelitian dari frontier dalam yang mempengaruhi pembelian pelumas kendaraan adalah dari teman dan keluarga menduduk rangking teratas. Artinya kekuatan terbesar dalam memutuskan pembelian terhadap suatu produk adalah dari komunikasi teman dan keluarga yang lebih efektif ketimbang dari iklan atau brosur ataupun sepanduk.
Terungkap kesuksesan Universitas Al-Khairiyah Cilegon, selain memiliki keunggulan dalam kurikulum pendidikan yang adaftif dengan perkembangan kekinian sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, tapi ada yang menarik hampir dari mahasiswa yang mendaftar ke perguruan tinggi terbesar di Cilegon ini adalah peran komunikasi ”word of mouth” dari mahasiswa dan almuni ke teman dan saudaranya. Kemampuan menjaga kekeluargaan dalam proses pengajaranya mampu mendongkrak jumlah mahasiswa yang mendaftar.
Kepiawan menggarap konsumen yang suka berkumpul dimiliki oleh Tupperware. Hampir semua wadah plastik ini dijual melalui party (demo produk). ”Sekitar 80% penjualan produk kami didapat lewat party,” menurut manager marketing Tupperware.
Dari beberapa contoh kasus di atas memang belum dapat digeneralsasi secara umum, tapi paling tidak dapat dijadikan gambaran betapa hebatnya kekuatan word of mouth (WOM) terhadap konsumen Indonesia. Efek dari WOM di pasar Indonesia lebih dahsyat kekuatanya daripada di eropa dan Amerika. Bila di Amerika Serikat konsumen yang terpuaskan oleh sebuah produk kemudian menceritakan tentang kepuasanya hanya 2 – 5 orang saja, berbeda di Indonesia mereka yang puas kemudian bercerita sekita 5 – 15 orang. Artinya setiap mereka yang puas terhadap suatu produk akan menceritakan kinerja produk tersebut kepada rekan dan keluarganya sekitar 5-15 orang perhari, bayangkan kalau mereka setiap hari berinteraksi dengan teman, keluarga, kolega, maka rasakan kedahsyatan kekuatan mulut untuk menyebarkan keunggulan produk kita. Memang lidah tidak bertulang !. Begitu juga sebaliknya jika konsumen dikecewakan oleh sebuah produk kemampuan untuk menghancurkan sendi-sendi pemasaran produk tersebut sama hebatnya.
Minimal tiga perangkat yang dibangun untuk memperkuat strategi komunikasi word of mouth yaitu : Pertama, membangun komunitas-komunitas, lebih hebat jika komunitas ini dibangun berdasarkan hobi atau interest merupakan sarana yang efektif. Kekuatan ini sangat luar biasa lebih powerful. Sehingga pemasaran melalui komunitas saaat ini menjadi efektif ketimbang memakai iklan komersial di koran, televisi yang menurut efektivitasnya. Ditandai dengan maraknya perusahaan membangun komunitas pelanggan.
Kedua, membangun reference group, kelompok-kelompok yang dijadikan sumber referensi oleh konsumen ini terdiri dari teman-teman, tetangga, perkumpulan, dan keluarga. Dalam memutuskan pilihan produk apa yang mereka beli, konsumen biasanya lebih mengandalkan opini dari kelompok referensi ketimbang informasi dari iklan atau dari tenaga penjual. Ketiga adalah opinion leaders ini merupakan figur-figur yang dianggap berbakat, berpengetahuan, dan bisa menggerakan anggota-anggota yang lain. Contohnya adalah tokoh agama, ketua adat dalam suatu suku, dan pempinan kelompok tertentu. Saran dan pendapat mereka menjadi panutun bagi masyarakat dalam menjaring informasi, termasuk dalam mengevaluasi pembelian produk.
Terakhir kunci dari mangan ora mangan ngumpul yang menggunakan media mulut konsumen adalah opinion leader, maka para pemasar sangat memilki kepentingan kepada pemilik opini yang dapat mengarahkan keputusanya untuk merefensikan keputusan produk tertentu. Jika pemimpin bisa diyakinkan pada sebuah merek, dengan sendirinya dapat merekomendasikan ke yang lain. Dan peneterasi merek terhadap kelompok yang dipimpinnya bisa dilakukan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya. (*)
No responses yet